Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kematian Raja William II yang Misterius




Jenazah seorang pria yang meninggal dunia setelah berburu rusa di hutan New Forest dipindahkan ke dalam sebuah kereta kayu yang kemudian ditutupi dengan sehelai kain lap tua. Kereta kayu dengan jasad manusia di dalamnya itu kemudian bergegas di bawa ke Winchester Cathedral dan dikuburkan oleh para biarawan dengan tergesa-gesa. Seolah-olah ada sebuah rahasia yang memang sengaja disembunyikan. Jasad yang dikuburkan dalam pemakaman yang sangat ganjil itu adalah Raja William II dari Inggris.

William II dari Inggris merupakan putra ketiga dari William I (William The Conquer) yang memenangkan Pertempuran Hastings yang legendaris pada tahun 1066 sekaligus membawanya menjadi penguasa Inggris dan pendiri dinasti Normandia.


William II memerintah Inggris hanya selama 13 tahun (1087-1100). Selama masa tersebut ia berhasil menaklukkan Normandia hingga Skotlandia. William II dikenal juga dengan julukan William Rufus, tak lain berkat rambut dan wajahnya yang merah serta tempramennya yang kejam dan kesukaannya berperang. William tak menikah dan juga tak menghasilkan seorang pun keturunan, bahkan hingga akhir hidupnya yang misterius.

Raja William II dari Inggris

Pagi itu tanggal 2 Agustus 1100, Raja William II menyantap sarapan paginya lebih awal dari pada biasanya. Hari itu rencananya ia bersama beberapa orang pasukannya hendak berangkat ke hutan New Forest yang terletak di sebelah selatan Inggris untuk pergi berburu. Sang raja juga membawa serta sahabatnya yang bernama Walter Tirel.

Saat masuk ke dalam hutan, rombongan berburu ini berpisah untuk mencari rusa. William tetap bersama Tirel saat itu. 

Tak berapa lama kemudian, para penyorak kelompok berburu ini menggiring sekelompok rusa ke arah raja dan Tirel. Raja kemudian segera membidikkan anak panahnya ke arah kelompok rusa namun meleset. Kemudian raja berteriak pada Tirel untuk segera menarik busurnya. Malang, lesatan anak panah yang diarahkan Tirel justru memantul pada sebuah pohon lalu menusuk dada kiri raja.

Raja William tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia mematahkan tangkai panah yang menancap di dadanya lalu tersungkur ke tanah dan tewas seketika.

Ilustrasi saat Raja William II terbujur kaku di tanah dan Walter Tirel melarikan diri dengan kudanya

Tirel yang panik luar biasa segera melarikan diri.. Ia melompat ke atas kuda dan memacu pelana sekencang-kencangnya menembus hutan lebat. Tirel akhirnya sampai di bibir Selat Inggris untuk kemudian menyeberang ke Perancis dan tak pernah kembali. Tirel sepanjang hidupnya menyangkal bahwa ia telah membunuh raja. 

Walter Tirel sendiri tak pernah sekalipun dihukum atas kasus ini seumur hidupnya. Selain itu pula tak pernah ada penyelidikan lebih lanjut terhadap kematian raja. Kematian Raja William II akhirnya tercatat dalam sejarah sebagai sebuah kecelakaan tragis. Namun benarkah demikian? 

Berita kematian sang raja, seperti kita duga, menyebar bak api ke seantero Eropa. Bahkan lebih dari pada itu, banyak orang yang mengklaim telah mendapatkan firasat akan kematian sang raja beberapa hari sebelumnya. 

Salah satu dari orang-orang itu adalah seorang biarawan kepala Hugh of Cluny di Belgia. Dirinya menyatakan bahwa sempat mendapatkan sebuah peringatan pada malam tanggal 1 Agustus tepat sebelum raja wafat keesokan harinya.

Kematian William Rufus yang begitu mendadak dan terkesan ditutupi akhirnya mendapatkan perhatian banyak orang. Cerita-cerita pun segera menyebar. 

Banyak yang mempercayai bahwa raja telah dibunuh namun disamarkan sebagai sebuah kecelakaaan. Kecurigaan ini cukup beralasan. Jenazah sang raja diperlakukan kurang terhormat dan pemakamannya sama sekali tidak seperti pemakaman seorang raja pada umumnya.

Seorang tukang bakar arang sederhana bernama Purkiss diperintahkan untuk memindahkan jenazahnya dari hutan New Forest ke dalam sebuah kereta kayu. Di sana, jasadnya hanya ditutupi seadanya dengan sehelai lap tua. Purkiss juga yang mengantarkan jasad raja ke gereja Winchester Cathedral untuk kemudian dikebumikan secara rahasia.


Siapa yang Membunuh Raja?

Meskipun kematian William II dari Inggris ditetapkan sebagai sebuah kecelakaan, namun mari kita berhipotesa. Seandainya ada kemungkinan lain, misalnya memang ada yang dengan sengaja melakukan pembunuhan di hari naas itu, siapakah orangnya? Apa pula motif yang mendasarinya?


Keluarga

Tampaknya teori bahwa orang-orang dalam keluarga lah yang melakukan pembunuhan dirasa sangat masuk akal. Motifnya? Tentu saja kita dapat dengan mudah menebaknya : kekuasaan.

Raja William II tak pernah menikah sehingga tak memiliki pewaris tahta, sehingga otomatis kedua saudara laki-lakinya lah yang akan menjadi penerusnya. Saudara laki-lakinya itu bernama Duke Robert of Normandy. Ia dikenal dengan julukan Curthose karena kakinya yang pendek. Seorang lagi adalah Pangeran Henry yang berjuluk Beauclerc karena kemampuannya membaca dan menulis.

Raja Henry I

Dari kedua kandidat itu, kita dapat menebak dengan cukup mudah bahwa Pangeran Henry lah yang akan duduk di singgasana raja meneruskan dinasti Normandi. Selain itu pula, rupanya Henry ikut dalam rombongan berburu raja di hari naas tersebut.

Henry memiliki sejumlah alasan mengapa dirinya sangat menginginkan kematian raja (bila kita berbicara soal motif). Ketika ayah mereka, William I meninggal tahun 1087, Henry telah tersisih dan tak menerima gelar maupun tanah sedikit pun dari ayahnya. Sementara itu saudaranya yang lain yaitu Robert diberikan sebidang tanah keluarga di Perancis. 

Tak cukup sampai di sana, ayahnya lebih memilih William daripada dirinya untuk duduk istana sebagai raja yang berkuasa atas Inggris. Satu-satunya yang diterima Henry dari sang ayah hanyalah uang perak senilai 5.000 poundsterling. Jumlah uang yang sangat banyak sebenarnya, namun tetap saja tak sepadan dengan apa yang diterima saudaranya yang lain.

Selain Henry, ada pula Robert Curthose yang diduga memiliki motif untuk menghabisi William. Alasannya sederhana, anak tertua William I ini menyimpan dendam karena dirinya sama sekali tak dilirik sang ayah untuk menggantikan posisinya. Padahal dirinya adalah putra tertua. Alih-alih memilih dirinya, ayahnya justru menujuk sang adik, William.


Orang-Orang yang Memberontak

Selain keluarga kerajaan Normandia yang memiliki motif untuk membunuh raja, rupanya banyak rakyat jelata yang terang-terangan senang melihat raja mereka tewas. Pasalnya, sejak Inggris ditaklukkan oleh orang-orang Normandia tahun 1066, para penguasa Normandia tersebut telah banyak melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang. 

Orang-orang Normandia membakar hasil bumi penduduk dan menghancurkan desa-desa. Tak puas dengan itu semua, mereka juga dengan tega membantai ternak dan membunuh para penduduknya. Hal ini menimbulkan kebencian luar biasa bagi penduduk Inggris yang telah lama menetap di tanah itu jauh sebelum penguasa Normandia menginjakkan kaki mereka di sana.

Tak hanya itu saja, orang-orang Normandia mengklaim kepemilikan pada hutan-hutan Inggris. Padahal selama berabad-abad sebelum kedatangan mereka, para petani setempat telah menggantungkan hidupnya dari hutan untuk sekedar berburu untuk makanan dan mendapatkan kayu bakar untuk penghangat.

Hutan New Forest (1930an)

Semenjak kedatangan orang-orang Normandia, diterapkanlah hukuman mengerikan bagi siapa saja yang masuk ke dalam hutan. Entah itu untuk berburu atau hanya menggiring hewan buruan. Bagi siapa pun yang melanggarnya bersiaplah dengan hukuman mengerikan macam dibutakan matanya dan dipotong tangan.

Jelas saja para penduduk yang telah menetap lama di sekitar hutan marah. Namun apa yang dapat mereka lakukan. Maka tak heran bila saat raja melakukan perburuan rusa di hari naas itu, salah seorang atau mungkin beberapa orang pemberontak telah menunggu di balik rimbunnya pepohonan untuk menunggu waktu yang tepat untuk membunuh raja.


Ritual Pagan

Baiklah, mungkin bagi sebagian orang teori ini tampak aneh dan mengada-ada. Namun sebenarnya kemungkinan bahwa Raja William II telah dibunuh untuk sebuah ritual aliran kepercayaan memang cukup masuk akal mengingat latar belakang dan juga tabiat raja.

Banyak rohaniawan percaya bahwa William sesungguhnya adalah penganut aliran pagan yang melakukan praktik sihir dan tenung. Pada awal abad pertengahan, merupakan masa di mana takhayul mendapatkan sebuah tempat dalam masyarakat. Saat itu jenazah orang-orang suci diyakini memiliki kekuatan supranatural.

Isu mengenai praktik sihir yang dilakukan beberapa orang meluas di hampir seluruh daratan Eropa. Pada masa inilah, dalam beberapa kasus, ratusan hingga ribuan orang menjalani hukuman mati (kebanyakan dengan cara dibakar hidup-hidup) akibat melakukan praktik tersebut. Namun mirisnya sebagian besarnya justru tak pernah terbukti dan hanya sekedar tuduhan.

Kakek William yang bernama Robert (Duke of Normandy) dipercaya beberapa pihak sebagai iblis. Ia bahkan dijuluki Robert si Iblis.

William sang cucu memperparah dengan karakternya yang seolah membenarkan julukan kakeknya tersebut. Ia seringkali menghujat dan menyumpah di depan umum. Dengan wajah dan rambut merahnya, yang membuatnya dijuluki Rufus, ia seringkali pergi beribadat di gereja dengan sikap tak kalah buruk. Ia biasa pergi ke sana untuk mencoret-coret atau bergosip dengan para pegawai istana.

William Rufus

Selain itu yang paling mengejutkan adalah fakta bahwa sang raja adalah seorang homoseksual. Pada abad ke 11 hal ini merupakan dosa yang dianggap sangat-sangat memalukan. Bahkan pada tahun 1091 seorang Uskup Agung Canterbury bernama Anselmus secara terbuka menuduh raja telah melakukan tindak sodomi. Rakyat juga cenderung lebih memihak dan mempercayai Anselmus dibanding Raja William.

Semua alasan-alasan itulah yang memperkuat kepercayaan bahwa Raja William "si Iblis" memang sungguh penganut aliran pagan.

Margaret Alice Murray dalam bukunya "The Witch Cult in Western Europe" (1921) menuliskan bahwa aliran kepercayaan ini telah menyebar ke seluruh wilayah sebelum Eropa Kristen. Menurut Murray pula, keluarga Normandia sendiri merupakan penganut aliran kepercayaan yang menuntut pembunuhan demi ritual untuk kepentingan komunitas mereka.

Buku "The Witch Cult in Western Europe" oleh Margaret Alice Murray (1921)

Raja William sendiri memang bertingkah aneh pada malam sebelum kematiannya. Ia bersikap seolah-olah telah mengetahui bahwa dirinya akan menjadi target pembunuhan. Pada malam tanggal 1 Agustus 1100, Raja William terlihat makan dan minum-minum dalam jumlah besar tak seperti biasanya. Ia bahkan kurang tidur malam itu.

Tak cukup sampai di situ, pada pagi harinya, William mendapati kejutan berupa enam buah anak panah baru. Kepada Walter Tirel yang hari itu juga ikut dengannya untuk berburu rusa, raja berkata: "Walter, pastikan bahwa semua perintah yang kuberikan padamu dilaksanakan dengan baik".

Lokasi Pohon Oak, tempat di mana panah Walter Tirel memantul
dan akhirnya menembus dada Raja William

Beberapa pihak mengatakan bahwa Walter Tirel juga bagian dari aliran kepercayaan pagan tersebut yang mengambil peran dalam ritual pembunuhan tersebut.

Desas-desus tentang misteri kematian Raja William II terus bergulir selama bertahun-tahun. Pada tahun 1107, menara Winchester Cathedral, tempat di mana raja dimakamkan, rubuh. Maka gosip pun beredar. Jasad sang raja yang dikuburkan di sana disebut-sebut merupakan kutukan yang menyebabkan bencana.

Eya
Eya Mystery and World History Enthusiast

Posting Komentar untuk "Kematian Raja William II yang Misterius"