Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Insiden Kecelakaan Penerbangan Andes 1972 dan Kisah Kanibalisme Para Survivor




Sekelompok mahasiswa tim rugby Uruguay berangkat dari Montevideo menuju Santiago, Chile. Rencananya mereka akan bertanding melawan tim rugby Chile di negara tersebut. Naas, dalam perjalanan pesawat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan dan mendarat di atas pegunungan Andes yang tertutup salju. Sebagian penumpang tewas, namun sebagian yang selamat harus bertahan hidup selama lebih dari 10 minggu lamanya sambil menunggu bantuan datang. Di saat mereka hampir putus asa karena tak ada lagi yang dapat dimakan, mereka akhirnya harus memilih memakan jasad rekan mereka yang telah tewas...

Tragedi penerbangan Angkatan Udara Uruguay 571 atau dikenal sebagai Kecelakaan Andes atau Mukjizat Andes (El Milagro de los Andes) adalah sebuah tragedi kecelakaan pesawat Angkatan Udara Uruguay yang disewa oleh tim rugby Uruguay.

Tim Rugby Uruguay

Robert Canessa dan 15 orang lainnya dari tim rugby Uruguay mungkin tak akan pernah menyangka akan menjadi saksi hidup bagi pengalaman paling mengerikan yang pernah terjadi dalam hidup mereka. 

Hari itu tanggal 12 Oktober 1972, sekelompok mahasiswa dari tim rugby Old Christians Club akan berangkat menuju Santiago, Chile. Di sana mereka bertanding melawan tim rugby Chile. Mereka kemudian menyewa sebuah pesawat carteran bernama Fairchild dan berangkat bersama dengan keluarga dan rekan mereka. Mereka sempat bermalam di Argentina dan berangkat lagi keesokan harinya.

Total ada 45 orang dalam pesawat Fokker 27 tersebut, yang terdiri dari 19 orang pemain rugby, ditambah keluarga, suporter, dan teman-teman mereka, serta 5 orang kru pesawat. Awalnya penerbangan berjalan normal, para pemain rugby yang berusia rata-rata 20 tahun tersebut masih dipenuhi dengan kebahagiaan jelang pertandingan mereka.

Foto terakhir sebelum kecelakaan pesawat Fokker 27 terjadi

Namun tak lama kemudian pesawat mengalami gangguan mesin. Saat pesawat melintas di atas pegunungan Andes, co-pilot yang kurang berpengalaman memberikan perintah yang salah bahwa mereka telah mencapai Curico, Chile. Ia lalu berbelok ke utara dan berpikir bahwa itu adalah Pudahuel Airport.

Saat menyadari kesalahan yang dibuat, pesawat berusaha untuk naik ke atas, namun gagal karena adanya gangguan mesin.Kecelakaan pun tak dapat dihindarkan. Salah satu sisi pesawat menabrak gunung sementara badan pesawat meluncur dengan cepat.

Baca juga: Misteri Hilangnya Pesawat MH370

Kursi penumpang yang ada di dalamnya meluncur ke depan dan menabrak setiap kursi yang ada di bagian depan sampai ke kokpit. Seketika suara dentuman keras terdengar dan tak lama kemudian suara rintihan dari para penumpang yang selamat terdengar minta pertolongan.

Namun mereka yang selamat harus menghadapi mimpi yang lebih buruk lagi. Pesawat itu tak mendarat di tempat yang aman. Mereka sekarang berada lebih di ketinggian 3.570 meter di atas pegunungan Andes dengan temperatur mencapai minus 20 derajat celcius.

Sebanyak 12 orang meninggal atau menghilang di udara ketika pesawat itu mengalami patah ekor. Lima orang meninggal keesokan harinya dan satu orang hanya mampu bertahan selama 8 hari. 



Kondisi mereka yang selamat sangat mengenaskan. Selain harus berhadapan dengan luka-luka akibat kecelakaan dan minimnya makanan, mereka harus menghadapi suhu yang sangat dingin, oksigen yang tipis, dan badai salju. Mereka hanya mengandalkan puing pesawat sebagai tempat berlindung dan mencari makanan di dalam pesawat.

Ada helikopter dan pesawat yang sempat melintas di atas mereka, dan berkali-kali pula mereka berteriak melambaikan tangan, namun semua usaha itu sia-sia saja. Hari-hari kemudian bertambah berat. Bahan makanan semakin menipis, sementara tak ada tanaman atau hewan yang dapat dimakan. Namun mereka terus bertahan dengan harapan akan akan datangnya bala bantuan. 

Kondisi alam yang sangat ekstrim di atas pegunungan Andes

Pada tanggal 29 Oktober 1972, badai salju yang mereka takutkan benar-benar datang. Setelah kejadian itu sebanyak 11 orang meninggal dunia dan hanya menyisakan 16 orang saja. Jenazah-jenazah itu tertimbun salju dan karena suhu udara yang membeku, jasad-jasad itu tak membusuk. 

Dalam keadaan yang begitu genting, salah seorang di antara mereka, Roberto Canessa, seorang mahasiswa kedokteran kemudian berinisiatif mengambil potongan pesawa yang kemudian digunakan sebagai pisau untuk memotong daging jasad para korban yang telah meninggal untuk dijadikan makanan agar mereka bisa bertahan hidup. Tapi tentu saja awalnya tak ada yang mau melakukan hal gila seperti itu.

Baca juga: Kisah Penampakan Hantu Kecelakaan Pesawat Flight 401

Hari-hari terus berlalu dan bantuan tampaknya tak juga datang. Satu persatu mulai putus asa dan dengan ragu-ragu mulai mengambil potongan daging sebesar korek api itu. Dalam keadaan lapar yang amat sangat mereka memakannya. Tak terbayangkan bagaimana perasaan mereka harus makan anggota tubuh rekan dan juga anggota keluarga mereka sendiri.

Tiga orang dari mereka yang memiliki kondisi paling prima lantas dikirim untuk mencari pertolongan. Awalnya Roberto Canessa, Fernando Parrado, dan Vizitin dikirim. Namun ketika telah berjalan jauh, mereka menyadari bekal yang dibawa tak akan cukup, apalagi kondisi Vizitin yang memburuk. Vizitin kemudian dikirim pulang. Tinggallah Canessa dan Parrado yang melanjutkan perjalanan.

Beberapa kali selama perjalanan Canessa berujar ingin menyerah saja, apalagi daging perbekalan mereka membusuk karena mereka rupanya telah mencapai lokasi yang lebih hangat. Keduanya berjalan kaki menyusuri pegunungan sampai 10 hari lamanya hingga akhirnya selamat sampai di salah satu desa yang terletak di kaki gunung Andes. Keduanya segera menghubungi otoritas keamanan dan menunjukkan lokasi di mana bangkai pesawat serta korban selamat lainnya berada.

Fernando Parrado yang berhasil mendapatkan bantuan

Tanggal 23 Desembber 1972, dua buah helikoper datang menyelamatkan 6 orang yang masih menunggu di lokasi kecelakaan dan membawa mereka ke Rumah Sakit di San Fernando, sementara 8 orang lainnya terpaksa masih harus menunggu karena cuaca buruk. 

Evakuasi 8 orang terakhir yang selamat dari pegunungan Andes

Sebanyak 29 korban meninggal dunia yang berada di lokasi dikuburkan di Pegunungan Andes tersebut.

Semua korban selamat dilarikan ke rumah sakit. Kondisi mereka tentu saja sangat mengenaskan. Para pemain rugby yang sebelumnya bertubuh besar itu berubah drastis bak tulang yang hanya dilapisi daging tipis.

Baca juga: Misteri Kemunculan Pesawat Flight 513 Setelah Menghilang 35 Tahun

Sebagian dari mereka kemudian menceritakan bagaimana mereka mampu bertahan hingga 72 hari lamanya di atas pegunungan yang membeku tersebut, termasuk di dalamnya bagaimana mereka memakan daging para korban meninggal. Meskipun awalnya sangat terkejut, namun keluarga korban meninggal akhirnya dapat menerima kenyataan bahwa itu semua mereka lakukan untuk dapat bertahan hidup. Salah satu korban yang tewas bahkan mengatakan pada rekan-rekannya bahwa ia rela tubuhnya menjadi makanan agar yang lainnya bisa tetap hidup.

Kini mereka yang selamat telah berusia lebih dari 60 tahun. Setiap tahunnya mereka mengunjungi lokasi di atas pegunungan Andes tempat di mana mereka berjuang antara hidup dan mati. Kisah perjuangan hidup mereka kemudian juga diangkat ke layar lebar dengan judul Alive (1993) yang dibintangi oleh Ethan Hawke.

Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Kecelakaan_penerbangan_Andes_1972
https://binchoutan.wordpress.com/2007/08/14/alive-sebuah-kisah-nyata-bertahan-72-hari-di-pegunungan-andes/
https://internasional.kompas.com/read/2012/10/14/21570851/Peringatan.40.tahun.Musibah.Pesawat.di.Andes
https://jogja.tribunnews.com/2018/05/25/kisah-mengerikan-para-penyintas-kecelakaan-pesawat-di-pegunungan-andes
https://www.kaskus.co.id/thread/51ca8df1bbf87bac5c000009/pegunungan-andes-dan-kecelakaan-pesawat-1972/
https://www.liputan6.com/global/read/2395178/22-12-1972-10-minggu-jatuh-14-penumpang-pesawat-ditemukan-hidup

Eya
Eya Mystery and World History Enthusiast

Posting Komentar untuk "Insiden Kecelakaan Penerbangan Andes 1972 dan Kisah Kanibalisme Para Survivor"