Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Misteri Pembunuhan Munir




Di antara banyak kasus pembunuhan yang terjadi di Indonesia, boleh jadi kasus pembunuhan Munir adalah salah satu yang masih menyimpan misteri. Meskipun telah ada tersangka yang dihukum terkait kasus pembunuhan pejuang HAM ini, namun publik masih bertanya-tanya mungkinkah aktor utama kasus ini masih bebas berkeliaran dan membuat seorang pilot bernama Pollycarpus sebagai tersangka untuk membuat kasus ini seolah dipaksakan selesai?

Munir Said Thalib adalah tokoh pejuang dan pembela Hak Asasi Manusia (HAM). Lahir di Malang pada 8 Desember 1965, pria sederhana ini adalah tokoh yang berdiri paling depan membela kasus-kasus HAM pasca reformasi. Di era itu, banyak aktivis yang menjadi korban penculikan Tim mawar dari Kopassus.

Munir terakhir kali menjabat sebagai Direktur Eksekutif Imparsial pada sebuah lembaga pemantau hak asasi manusia. Dirinya juga sempat menyabet penghargaan The Right Livelihood Award. Hadiah dari penghargaan itu diberikannya pada lembaga Kontras dan ibundanya.

Nama Munir mulai dikenal tatkala dirinya menggawangi lahirnya sebuah lembaga yang berjuang bagi orang-orang yang hilang diculik pada pemerintahan Orde Baru bernama Kontras. Lewat lembaga inilah ia dan rekan-rekannya memperjuangkan nasib para aktivis tersebut yang kemudian tampaknya telah membuat gerah dan mengusik sebagian pihak.


Kronologi Pembunuhan Munir

Munir berencana pergi ke Belanda guna melanjutkan pendidikannya yaitu S2 di bidang hukum di Universitas Utrecht, Belanda. Maka pada tanggal 7 September 2004 ia berangkat ke negeri kincir angin tersebut dengan menumpang pesawat Garuda Boeing 747 dengan nomor penerbangan G-974 tujuan Amsterdam.



Pesawat dijadwalkan berangkat pada malam hari. Sekitar pukul 21.30 WIB petugas mempersilahkan para penumpang untuk naik ke pesawat. Munir mendapatkan kursi nomor 40 G di Kelas Ekonomi. Saat memasuki pintu pesawat itulah Munir bertemu dengan Pollycarpus Budihari Priyanto. Keduanya bertemu di dekat pintu masuk kelas bisnis.

Pollycarpus adalah pilot maskapai penerbangan Garuda yang telah bekerja di sana selama 19 tahun. Namun saat itu ia tidak bertindak sebagai pilot melainkan sebagai extra crew, yaitu kru yang terbang sebagai penumpang dan akan bekerja untuk tugas yang lain.

Saat itu, Pollycarpus duduk di kelas Bisnis. Mereka berdua lalu terlibat percakapan. Rupanya Pollycarpus sempat beberapa kali mencoba menghubungi Munir sebelum keberangkatannya ke Belanda. Munir akhirnya setuju untuk duduk di kursi nomor 3K di Kelas Bisnis, kursi itu adalah tempat duduk Pollycarpus.

Pesawat kemudian tinggal landas pada pukul 22.02 WIB. Sekitar 15 menit setelah pesawat take-off, pramugari kemudian menawarkan beberapa pilihan makanan pada penumpang termasuk Munir. Munir yang saat itu duduk di kursi 3K memilih mi goreng dan jus jeruk.

Sekitar satu setengah jam kemudian, pesawat mendarat di Bandara Changi, Singapura. Pesawat tiba di bandara pukul 00.40 waktu setempat. Seperti kita ketahui, Singapura memiliki zona waktu satu jam lebih awal daripada WIB (Waktu Indonesia Barat). Awak kabin pun mempersilahkan para penumpang untuk turun dahulu selama 45 menit.

Munir yang ketika itu berada di Kelas Bisnis kemudian lebih cepat mencapai The Coffee Bean, karena ia keluar dari pintu Bisnis. Di sana ia sempat singgah di kedai tersebut. Usai singgah di The Coffee Bean dan waktu transit usai, Munir kembali menuju pesawat melalui gerbang D42, gerbang  untuk penerbangan Singapura-Amsterdam. Pollycarpus sendiri saat itu memang hanya menumpang pesawat sampai Singapura saja.

Munir kemudian kembali ke kursinya 40G. Sebelum pesawat lepas landas, Munir mengeluh sakit dan sempat meminta obat Promag pada pramugari. Namun pramugari tersebut meminta Munir menunggu lantaran pesawat akan segera tinggal landas, sehingga seluruh penumpang dan awak harus duduk di tempatnya masing-masing.

Setelah pesawat lepas landas sekitar 15 menit kemudian, pramugari tadi kembali ke tempat duduk Munir. Saat itu pramugari tadi membangunkan Munir yang sedang tertidur dan menanyakan apakah ia sudah mendapatkan obatnya. Munir menjawab belum. Munir juga meminta teh hangat.

Setelah itu Munir terlihat bolak-balik ke toilet. Awak kabin melaporkan perihal ini pada pilot yang saat itu bertugas, Pantun Matundang. Pilot saat itu meminta awak kabin untuk memonitor kondisi kesehatan Munir.  Ia juga sempat dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang berprofesi sebagai dokter yang juga sempat menolongnya.

Pada pukul 05.10 GMT atau pukul 12.10 WIB, sekitar 2 jam sebelum pesawat mendarat, Munir tertidur dengan posisi miring menghadap kursinya. Saat itu mulutnya mengeluarkan air liur tidak berbusa. Telapak tangannya membiru. Munir meninggal dunia.


Investigasi Kasus Pembunuhan Munir

Munir didapati meninggal dunia di atas langit Rumania, hanya berselang 2 jam sebelum pesawat Garuda jenis Boeing 747 nomor penerbangan G-974 mendarat di Bandara Schipol, Amserdam, Belanda.

Berita kematian Munir segera sampai ke tanah air. Tentu saja publik dibuat terkejut dan geger. Pasalnya Munir adalah sosok pejuang HAM yang gigih. Apakah kematiannya menyangkut kasus HAM yang tengah diusutnya?

Munir

Tim Forensik Belanda (NFI) Amsterdam melakukan autopsi pada jenazah Munir. Hasil autopsi Munir yang keluar pada 12 November 2004 memperlihatkan hasil yang mengejutkan. Ditemukan timbunan racun arsenik dalam darahnya. Racun berbahaya itulah yang menggerogoti Munir dengan cepat. Racun arsenik memiliki sifat tak memiliki rasa, tidak berbau, dan juga tak berwarna. Gejala yang ditimbulkannya pun mirip gejala gastro intestinal mual, muntah, dan diare. 

Kandungan racun arsenik yang yang ditemukan di tubuh Munir mencapai 3,1 miligram per liter, sementara ambang batas yang bisa ditoleransi manusia pada tubuhnya hanya 1,7 milimeter per liter. Sementara itu pada lambung Munir masih tersisa 465 miligram racun lagi yang masih belum tercerna. Lalu pertanyaan besarnya dari manakah racun itu berasal?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera membentuk Tim Pencari Fakta Kematian Munir melalui Keputusan Presiden Nomor 111/2004 yang ditandatangani pada 23 Desember 2004. Berdasarkan laporan dari tim yang berangkat ke Belanda itu, arsenik dimasukkan ke dalam jus yang diminum Munir. Namun hal ini disanggah oleh ahli forensik senior, Mun'im Idris yang mengatakan bahwa hal itu tak mungkin. Pasalnya, arsenik justru mudah larut pada air panas atau hangat. Bila racun itu dimasukkan ke dalam air dingin seperti jus misalnya, justru zat tersebut tak akan larut, mengendap, dan malah akan terlihat jelas di dasar wadah.

Ada beberapa kejanggalan dalam kasus pembunuhan Munir, diantaranya adalah surat penugasan yang dikeluarkan untuk Pollycarpus bukan untuk pilot, melainkan untuk teknisi. Padahal Pollycarpus sama sekali tidak memiliki keahlian di bidang tersebut. Namun menurut versi Direktur Utama Garuda saat itu, Pollycarpus ditugasi untuk kasus yang terjadi sebelum kasus Munir yaitu insiden Boeing 747 rute Singapura-Amsterdam. Kejanggalan lainnya adalah mengenai CCTV yang berada di Bandara Soekarno Hatta. Dari sekian banyak CCTV yang ada di sana, hanya 2 CCTV saja yang aktif dan operator yang bertugas saat itu juga sedikit.

Pollycarpus yang sebelum keberangkatannya diketahui mencoba berkali-kali menghubungi Munir, segera dicurigai. Bahkan sejak awal Munir ditemukan tewas, nama Pollycarpus telah disebut-sebut terkait dengan kasus ini. Apalagi konon ada seorang saksi mata yang mengatakan sempat melihat Pollycarpus bersama dengan penumpang pria dan juga Munir mengobrol bersama di dekat kedai kopi saat transit di bandara Changi, Singapura.

Pollycarpus Budihari Priyanto

Pilot maskapai Garuda itu kemudian divonis 14 tahun hukuman penjara pada 20 Desember 2005 atas pembunuhan Munir. Pollycarpus dituduh telah menjadi eksekutor dan dengan sengaja menaruh racun arsenik pada makanan Munir. Cicut Sutiarso yang menjadi hakim pada persidangan Pollycarpus juga menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Munir, Polly beberapa kali menerima panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior.

Namun apakah benar kasus ini telah sungguh-sungguh selesai. Benarkah tidak ada dalang di balik pembunuhan pejuang HAM ini? Apa sebenarnya kepentingan seorang Pollycarpus sampai harus menghabisi nyawa Munir? Sepertinya kasus ini masih menyimpan teka-teki.

Referensi :

Indonesia X-File (dr. Abdul Mun'im Idries, Sp.F)
https://id.wikipedia.org/wiki/Munir_Said_Thalib

Eya
Eya Mystery and World History Enthusiast

Posting Komentar untuk "Misteri Pembunuhan Munir"